Senin, Oktober 20, 2008

Sang Gubernur Pun Jatuh Cinta

Pada zaman Khalifah Al-Mahdi, ada seorang gubernur yang pada suatu hari mengumpulkan sejumlah tetangganya dan membagi-bagikan uang dinar di hadapan mereka. Semuanya saling berebut memungut uang itu dengan penuh kegembiraan, kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah jelek. Ia terlihat hanya diam tidak bergerak, sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dibandingkan dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang sangat kekurangan harta.
Dengan penuh rasa heran Sang Gubernur bertanya: “Mengapa engkau tidak ikut memungut uang dinar itu, seperti tetanggamu yang lain?” Wanita berwajah jelek itu menjawab: “Karena yang mereka cari uang dinar yang hanya menjadi bekal di dalam dunia. Sedangkan yang kuperlukan bukan bekal dunia, melainkan bekal akhirat.” “Apa yang engkau maksudkan?” tanya Sang Gubernur mulai merasa tertarik pada kepribadian wanita itu. “Maksudku, bekal dunia bagiku sudah cukup. Yang masih kuperlukan adalah bekal akhirat. Shalat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia kurasakan sangat singkat bila dibandingkan dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan abadi.”
Mendengar jawaban itu, Sang Gubernur merasa sangat tersindir. Ia sadar, selama ini dirinya hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya sudah sangat berlimpah, rasanya tak mungkin habis dimakan keluarganya hingga tujuh turunan. Sementara usianya sudah di atas setengah abad, dan malaikat Izrail sudah mengintainya.
Akhirnya, Sang Gubernur jatuh cinta kepada wanita lusuh yang berparas jelek itu. Berita itu pun kemudian tersiar ke seluruh pelosok negeri. Para pembesar negeri tak habis pikir bagaimana mungkin seorang gubernur bisa jatuh hati kepada wanita jelata dan berwajah jelek.
Maka pada suatu kesempatan, mereka diundang oleh Sang Gubernur ke rumahnya dan membuat pesta untuk mereka. Para tetangga, termasuk wanita yang membuat heboh itu pun turut diundang. Kepada mereka diberikan gelas yang terbuat dari kristal bertatahkan permata, berisi cairan anggur segar. Gubernur itu kemudian meminta kepada mereka agar membanting gelas yang ada di genggaman mereka. Semuanya merasa heran dan tak satu pun di antara mereka yang bersedia melakukannya. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi bantingan gelas. Semua mata tertuju ke arah sumber suara itu. Alangkah kagetnya mereka melihat seorang wanita berwajah jelek di hadapannya terdapat pecahan gelas yang berserakan beserta permata yang menghiasinya.
Sang Gubernur lalu bertanya: “Mengapa kaubanting gelas itu?” Tanpa rasa takut wanita itu menjawab: “Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan Tuan. Tetapi, menurutku hal itu jauh lebih baik daripada wibawa Tuan berkurang karena perintah Tuan tidak dipatuhi.” Gubernur terkesima. Para tamu pun kagum atas jawaban yang sangat masuk akal itu. “Sebab lainnya?” tanya Gubernur. Wanita itu menjawab: “Kedua, aku hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam al-Qur’an, Allah memerintahkan agar kita mematuhi Allah, utusan-Nya, dan para penguasa. Sedangkan Tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya kulaksanakan perintah Tuan.” Gubernur semakin takjub, demikian pula para tamunya. “Masih ada sebab lain?” tanya Sang Gubernur.
Wanita itu mengangguk lalu berkata: “Ketiga, dengan memecahkan gelas itu, tentu semua orang akan menganggapku sebagai orang gila. Namun, hal itu lebih baik bagiku. Biarlah aku dicap sebagai orang gila daripada tidak melakukan perintah gubernurnya, yang itu menunjukkan kedurhakaan. Tuduhan bahwa aku gila akan kuterima dengan lapang dada daripada aku dituduh durhaka kepada penguasaku. Karena hal itu jauh lebih berat buatku.”
Maka ketika Sang Gubernur yang telah ditinggal mati istrinya itu melamar lalu menikahi wanita bertampang jelek dan berkulit hitam itu, semua yang mendengar justru merasa sangat gembira karena Sang Gubernur memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada pemimpinnya, kepada Nabinya, dan kepada Tuhannya.

Hikmah:
Kesadaran akan kefanaan dunia seisinya dan keabadian akhirat dengan segala yang ada di dalamnya. Kezuhudan terhadap dunia dan kekhawatiran bila bekal akhirat belum tercukupi yang menghiasi batin wanita itu telah memancarkan cahaya kecantikan yang memupuskan paras jelek lahiriah yang dimilikinya. Pakaian kumal, kulit hitam, paras buruk dan derajat jelata yang disandang wanita itu sirna oleh kebijaksanaan batin yang dimilikinya. Gubernur pun jatuh cinta padanya. Betapa mulia di sisi Allah derajat seorang hamba yang lebih mengutamakan kepentingan akhirat daripada dunia. Di dunia pun sudah terbukti dalam kisah tersebut, seorang wanita jelata menjadi istri gubernur yang masuk dalam golongan bangsawan. Allah juga akan menundukkan dunia dengan segala isinya kepada hamba yang tidak mencari dan tidak bergantung kepadanya. Ini pun dibuktikan oleh wanita dalam kisah tersebut. Dia tidak menginginkan kekayaan dunia dan tidak mau bergantung padanya, namun kenyataannya, kekayaan itulah yang menghampirinya saat ia dijadikan istri oleh gubernur. Penataan batin yang baik dalam diri wanita tersebut telah memancar menjadi sebuah kecantikan, suatu hal yang bertolak belakang dengan kondisi kaum wanita saat ini yang sibuk mempercantik lahiriahnya namun mengabaikan kecantikan ruhaninya.